Friday, August 14, 2009

Setelah satu minggu yang panjang mengajar dan memberi konseling di Norwegia, saya merasa "jenuh kepada orang".Saya menyukai pekerjaan saya, tetapi pada akhir minggu setelah setiap harinya melayani selama 18 jam, Saya sungguh ingin menyendiri. Ketika turun dari taksi di muka bandar udara internasional Oslo, diam-diam saya menaikkan sebuah doa. Permintaan saya sederhana sekali:yang saya inginkan hanyalah sebuah tempat duduk sendirian di pesawat, dengan ruang yang cukup luas untuk meluruskan kaki saya yang panjang (tinggi saya 1,8 meter lebih) dan beristirahat sepanjang penerbangan pulang ke Amsterdam yang memakan waktu 3 jam.


Berjalan menelusuri lorong pesawat, dengan agak membungkuk supaya
kepala saya tidak membentur langit-langitnya, saya menemuka sebaris
tempat duduk yang kosong dekat pembatas, itu berarti saya punya ruang
ekstra bagi kaki saya dan suatu penerbangan yang tenang. Saya
tersenyum sendiri ketika saya membalikkan tubuh untuk duduk di kursi
pinggir dekat lorong, dan berpikir alangkah baiknya Tuhan, menjawab
permintaan saya untuk memperoleh sedikit ketenangan dan istirahat.
"Tuhan mengerti betapa lelahnya saya," pikir saya.

Ketika saya meletakkan tas saya di bawah kursi di depan, seorang pria
yang berpakaian sedikit kumal mendekat sambil tersenyum dan menyapa
saya dengan suara keras: "Hei! Orang Amerika ya?"

"Ya...ya benar," jawab saya dengan enggan.Saya mengambil tempat duduk
di dekat lorong karena berpikir bahwa orang yang ingin duduk di
sebelah saya tentu mengalami sedikit kesulitan sebab harus melewati
kaki saya yang panjangnya! Orang itu duduk di barisan belakang saya,
tetapi saya tidak menaruh perhatian kepadanya dan mulai membaca.

Beberapa menit kemudian, kepala laki-laki itu muncul dari samping.

"Baca apa?" tanyanya sambil mengintip dibalik pundak saya.

"Alkitab," jawab saya agak tidak sabar. Apakah ia tidak melihat bahwa
saya tidak ingin diganggu? Saya kembali bersandar ke belakang, tetapi
beberapa menit kemudian mata yang sama kembali muncul dari balik kursi
saya. "Apa pekerjaan Anda? katanya.

Karena tidak mau terlibat dalam percakapan panjang, saya menjawab
dengan singkat, "Sejenis pekerjaan sosial," kata saya dengan harapan
ia tidak tertarik.

Saya merasa sedikit terganggu karena sudah tidak menceritakan yang
sebenarnya, tetapi saya tidak berani mengatakan bahwa saya terlibat
dalam membantu orang yang sengsara di jantung kota Amsterdam. Hal itu
pasti akan memancing pertanyaan-pertanyaan lain.

"Boleh saya duduk di sebelah Anda?" ia bertanya sambil melangkahi
kaki-kaki saya.Tampaknya ia mengabaikan usaha saya untuk tidak
mengobrol dengannya. Mulutnya bau alkohol dan ludahnya memercik ketika
ia berbicara, membasahi muka saya seperti hujan gerimis.

Sikapnya yang menjengkelkan itu membuat saya amat
kesal.Ketidakpekaannya telah menggagalkan semua rencana saya untuk
menikmati pagi yang tenang ini. "Oh Tuhan," saya mengeluh dalam hati,
"Tolonglah saya"

Percakapan kami mulanya berjalan dengan lamban. Saya menjawab beberapa
pertanyaan tentang pekerjaan kami di Amsterdam dan saya mulai
bertanya-tanya mengapa laki-laki ini sangat ingin berbicara dengan
saya. Ketika percakapan semakin berlanjut, saya mulai sadar bahwa
sayalah yang kurang peka.

"Isteri saya seperti Anda," katanya kemudian. "Ia berdoa bersama
anak-anak, menyanyikan lagu untuk mereka dan mengajak mereka ke
gereja. "Sesungguhnya", katanya perlahan dengan mata yang mulai basah,
"Dialah satu-satunya kawan sejati yang pernah saya punyai"

"Pernah?" tanya saya. "Mengapa Anda berkata tentangnya seperti itu?"

"Dia telah pergi." Air mata mulai mengalir membasahi pipinya. "Ia
meninggal tiga bulan yang lalu ketika melahirkan anak kami yang kel
lima."Mengapa?", tanyanya dengan terisak, "mengapa Allahmu
mengambilnya pergi?Isteri saya begitu baik.Mengapa bukan saya?Mengapa
justru dia?Sekarang pemerintah mengatakan saya tidak cocok untuk
mengurus anak-anak saya sendiri, dan mereka juga pergi."

Saya memegangi tangannya dan kami menangis bersama. Betapa egoisnya
saya! Saya hanya memikirkan kebutuhan saya untuk beristirahat padahal
laki-laki ini sangat membutuhkan pertolongan.

Ia melanjutkan kisahnya pada saya. Setelah isterinya meninggal,
seorang pekerja sosial menganjurkan agar anak-anaknya di urus oleh
negara. Ia begitu sedih sehingga tidak dapat bekerja, dan iapun
kehilangan pekerjaannya. Hanya dalam beberapa minggu ia kehilangan
isterinya, anak-anaknya dan pekerjaannya. Karena liburan tinggal
beberapa minggu lagi, ia tidak tahan untuk merayakan natal seorang
diri. Sekarang ia sedang berusaha menghilangkan kesedihannya.

Ia terlalu pahit untuk dihibur. Ia telah dibesarkan oleh empat ayah
tiri yang berbeda dan ia tidak pernah mengenal ayahnya yang
sebenarnya. Mereka semua adalah laki-laki yang keras. Ketika saya
menyinggung Allah, ia bereaksi dengan pahit, "Allah?" katanya, "Saya
pikir kalau memang ada Allah, Dia pasti monster yang kejam! Bagaimana
mungkin Allah yang penuh kasih melakukan ini terhadapku?"

Ketika saya meneruskan pembicaran dengan orang yang terluka itu, Saya
diingatkan kembali bahwa banyak orang di dunia ini yang tidak mengerti
akan Allah yang merupakan seorang bapa yang penuh kasih. Berbicara
tentang allah Bapa yang penuh kasih hanya akan menimbulkan kepedihan
dan kemarahan dalam hati mereka. Berbicara mengenai hati Allah sebagai
bapa kepada mereka, tanpa merasakan kepedihan mereka, hampir sama
dengan suatu tindakan kejam.

Satu-satunya cara saya dapat menjadi kawan laki-laki itu dalam
perjalanan dari Oslo ke Amsterdam ialah dengan menjadi kasih Allah
baginya. Saya tidak berusaha untuk memberi jawaban yang sempurna. Saya
hanya membiarkannya marah lalu menawarkan minyak belas kasihan bagi
luka-lukanya. Ia ingin percaya kepada Allah, tetapi jauh d idalam
hatinya, rasa keadilannya telah diperkosa.

Ia membutuhkan seseorang yang dapat mengatakan bahwa tidak apa ia
marah dan mengatakan kepadanya bahwa Allah juga marah terhadap
ketidakadilan. Setelah Saya mendengarkannya dan mempedulikannya serta
menangis bersamanya, ia siap mendengarkan kata-kata saya bahwa Allah
lebih sedih daripada dirinya atas apa yang telah terjadi dengan isteri
dan keluarganya.

Tak ada seorangpun yang pernah mengatakan kepadanya bahwa Allah juga
mengenal; kepedihan hati yang hancur.

Ia mendengarkan dengan diam sementara saya jelaskan bagaimana ciptaan
Allah begitu rusak karena dosa dan sikap egois, sehingga kini menjadi
berbeda seluruhnya dari apa yang ia ciptakan semula.

Kemudian ia mengajukan pertanyaan yang kita semua pernah
menanyakannya: Mengapa? Mengapa Dia menciptakan sesuatu yang dapat
jatuh dan menjadi rusak? Jika ia adalah Bapa yang penuh kasih, mengapa
ia ijinkan segala penderitaan itu?

Kemudian saya membagikan beberapa jawaban yang telah menolong saya.

Banyak orang tidak dapat memahami bahwa ada Allah yang baik tetapi
mengijinkan penderitaan. Namun jika tidak ada Allah yang
berkepribadian kekal, penderitaan manusia kehilangan arti sama sekali.
Jika tidak ada Allah, maka manusia hanyalah suatu produk yang kompleks
dari suatu waktu dan kebetulan. Hanya merupakan suatu akibat dari
proses evolusi. Jika itu benar, maka penderitaan hanyalah suatu
masalah yang bersifat fisik dan kimiwai.

Jika tidak ada Allah, tidak akan ada kemurnian moral, dan tidak ada
dasar untuk mengatakan bahwa setiap bentuk penderitaan adalah salah
secara moral.

Dengan menyangkal eksistensinya, manusia menyangkal arti kehidupan itu
sendiri dan karenanya juga menyangkal dasar dari perkataan bahwa
tidaklah benar bagi manusia untuk menderita.

Tanpa Allah kita bahkan tidak dapat mengajukan pertanyaan, "Mengapa
orang yang tidak bersalah menderita?" karena tidak ada yang disebut
tidak bersalah.

Tidak bersalah mengandung arti salah, dan salah menyatakan secara
tidak langsung bahwa ada hal-hal yang mutlak tidak benar secara moral.

Saya percaya menderita itu salah, dan fakta bahwa Allah itu ada
mengijinkan saya untuk mengatakannya dengan tegas. Namun penegasan itu
membawa kita kepada pertimbangan lain yang penting. Bagaimana perasaan
Allah terhadap penderitaan dan kejahatan di dalam ciptaanNya. Alkitab
berkata bahwa Dia sangat berduka di dalam hatinya. (Kejadian 6:5-6)


With GOD's Love
Martinez Meinardi

Read More......

Ternyata Tuhan Suka Bercanda

Tuesday, June 30, 2009

Sosok Didik Nini Thowok adalah sosok yang lekat dengan tarian humoris. Membawakan karakter perempuan dan gerak-gerak tarian yang "diplesetkan". Didik selalu berhasil membuat penontonnya tertawa terpingkal-pingkal. Setelah puluhan tahun belajar seni tari dari berbagai daerah, antara lain Jawa, Sunda, Bali, dan Jepang, kini Didik berhasil memadukan semua gaya itu menjadi tarian dengan gayanya sendiri yang khas dan humoris. Dengan kemampuannya itu Didik meraih sukses sebagai penari yang melintas batas budaya dan negara.

Penampilannya yang selalu mengundang kegembiraan itu tidak hanya dapat dinikmati di atas panggung tapi juga dalam hidup kesehariannya. Tawa renyah yang selalu dihadirkannya seolah membuat orang tidak percaya bahwa iapun pernah menderita. Padahal sebenarnya kehidupan lelaki kelahiran Temanggung, 13 November 1954 itu tidak tergolong berkelimpahan.

Terlahir sebagai Kwee Tjoen Lian yang kemudian diganti menjadi Kwee Yoe An karena sakit-sakitan, ia sulung dari lima bersaudara pasangan Kwee Yoe Tiang dan Suminah. Keluarga besarnya hidup pas-pasan. Ayahnya pedagang kulit sapi dan kambing yang bangkrut dan kemudian menjadi supir truk. Ibunya membuka warung kelontong kecil-kecilan. Begitu seret rejeki keluarga ini sampai-sampai Didik kecil harus ikut bekerja membantu orang tuanya.

Meski dari segi materi tumbuh dalam keluarga yang berkekurangan tetapi Didik kecil selalu berkelimpahan dengan kasih sayang. Dalam kesempitan materi, ia menikmati masa kecilnya dengan bekerja, belajar, dan menonton berbagai kesenian, ketoprak, ludruk, dan wayang yang akhirnya mengasah rasa seninya.

Di masa itu, Didik bukan hanya belajar bekerja keras tapi juga belajar bersabar. Sejak kecil ia memang suka membawakan tarian yang lemah gemulai seperti perempuan, karena itu ia diejek oleh orang-orang sekitarnya, "Kamu ini anak laki-laki apaan sih? Kok menarinya seperti perempuan?". Setiap kali diejek, ia menjadi sangat sedih. Ia hanya bisa diam, tidak membalas dan tidak mengadu pada orang tuanya. Ia hanya berdoa sambil menangis, "Tuhan, aku marah tapi aku tidak akan membalasnya. Aku yakin Kamulah yang akan membalaskannya untukku." Setelah itu, iapun menjadi lega dan malah lebih semangat berlatih menari. Baru bertahun-tahun kemudian doanya itu terjawab.

Dari pengalaman hidup, perlahan-lahan iapun memahami bahwa semua hal yang membuatnya sedih, kemiskinan, dan penghinaan hanyalah cara Tuhan mengajaknya bercanda. Ia menjadi yakin Tuhan tidak akan membuatnya sengsara sehingga ia lebih tenang dan pasrah menghadapi berbagai persoalan. Pemahamannya ini merupakan buah pengasuhan orang tua dan kakek neneknya yang cukup disiplin. Pendidikan dan kasih sayang mereka menjadikannya pribadi yang setia dalam doa, tegar, suka bekerja keras, dan berperasaan halus.

Semasa kuliah di ASTI ( Akademi Seni Tari Indonesia ), ketika Didik mulai mendapat honor dari pertunjukan dan melatih menari, ia ingin sekali membeli sepeda motor supaya tidak kelelahan mengayuh sepedanya kesana kemari . Sejak itu ia betul-betul berhemat. Setelah uangnya terkumpul Rp 200.000, ia sangat gembira, motor yang diidamkan terbayang di depan mata. Tiba-tiba ia teringat ibunya. Bergegas ia pulang ke Temanggung dan mendapati perut ibunya membesar karena kanker. Dengan uang Rp 200.000 itu, ia segera membawa ibunya ke Yogyakarta untuk dioperasi. Operasi itu berhasil baik dan ibunyapun sehat kembali. Didik sangat bahagia, tak secuilpun rasa kecewa menghinggapinya karena belum bisa mendapatkan sepeda motor. Bagi dia kesehatan dan kebahagiaan ibunya diatas segala harta yang bisa ia punya. Ia memahami, saat itu Tuhan memang hanya mencandainya karena selang beberapa tahun, Didik bukan hanya bisa membeli sepeda motor tapi bahkan mobil dan rumah.

Sedari kecil dengan berbagai cara Didik belajar bersyukur dan berdoa. Ia suka ikut kakeknya yang beragama Konghucu berdoa di kelenteng dan neneknya yang Kristen ke gereja. Kini ia adalah pengikut Kristen Protestan yang taat. Ia mengakui bahwa ia adalah laki-laki yang cengeng (mudah menangis) setiap kali berdoa. Sebenarnya ia ingin sekali rajin ke gereja tapi kesibukan yang sangat padat membuatnya sering tidak punya kesempatan untuk melaksanakannya setiap minggu. Untuk itu setiap ada kesempatan ia mengundang pendeta untuk mengadakan persekutuan doa di rumahnya. Dalam persekutuan doa itulah ia selalu terharu dan menangis saat memberi kesaksian akan kebesaran Tuhan yang telah ia alami.

Salah satu kesaksiannya adalah tentang rahasia kesuksesannya. Dengan mantap ia mengatakan "Ora et Labora", dalam segala kesibukan saya selalu berdoa, dimanapun. Setiap kali akan manggung, saya selalu menyediakan waktu untuk berkonsentrasi, kemudian berdoa Syahadat Para Rasul, Bapa Kami dan Salam Maria dari buku doa pemberian Suster Leonie, kakak angkat saya. Tak lupa saya juga selalu mohon restu pada semua guru-guru tari saya yang telah almarhum.

Selama bertahun-tahun Didik sungguh-sungguh merasakan bahwa doa adalah kekuatan di balik semua kesuksesannya. Keyakinan ini membuatnya tidak berani sombong." Saya mengakui, ketika menari seolah-olah ada kekuatan di luar diri yang ikut menggerakkan dan menghiasi tubuh saya. Saya yakin, kekuatan saya sendiri tidak akan mampu menyelenggarakannya tetapi kekuatan itulah yang menjadikan tarian yang saya bawakan terlihat begitu indah dan memberi kegembiraan bagi banyak orang".

Menurut pengakuannya sudah ada banyak orang yang mengamini hal itu. Mereka bilang, ketika menonton Didik menari, mereka melihat pancaran aura yang sama sekali lain dari kesehariannya. Misalnya, dalam suatu pertunjukan seorang ibu melihat ada burung merpati mengelilingi Didik menari. Setelah pertunjukan rampung, ia langsung menelepon Didik menyatakan kekagumannya, "Proficiat, Mas! Tarianmu benar-benar indah, apalagi ada burung merpatinya". Kaget juga Didik menerima komentar itu karena sebenarnya ia sama sekali tidak menggunakan burung merpati dalam tariannya itu.

Dalam suatu perjalanan ke luar negeri, tas Didik yang berisi passport, uang, kamera, dan dokumen berharga lainnya ketinggalan di kereta api. Menurut staf KBRI yang dilaporinya tidak ada harapan tas akan kembali. Tentu saja Didik shock, tidak bisa makan dan tidur, tapi selang 2 hari setelah kejadian ia ditelepon oleh staf KBRI bahwa tasnya telah ditemukan. Ajaib juga, setelah diperiksa semua isinya utuh, ini pasti karena buku doa kumal pemberian Suster Leonie ada di dalamnya, Didik hanya bisa tertawa bahagia. Lagi-lagi Tuhan mengajaknya bercanda.

Dalam hidup Didik, ada begitu banyak mukjizat yang telah dibuat Tuhan. Dulu Didik masih berdebar-debar dan menangis sedih setiap kali menghadapi persoalan, tapi kini ia benar-benar tenang dan pasrah. Bagi Didik, Tuhan sering kali memberinya hadiah-hadiah yang tak terduga dan membuatnya bahagia. Pernah pada suatu tur kebudayaan di Eropa, karena perubahan jadwal yang tak terduga, ia tiba-tiba punya kesempatan berziarah ke Vatikan dan berdoa di Gereja St. Petrus dengan khusyuk, ia juga sempat ke Gunung Monserrat untuk mengunjungi Patung Bunda Maria Hitam.

Itulah Didik Nini Thowok yang kesuksesannya tak bisa dilepaskan dari ketekunannya berdoa. Semakin ia berdoa, semakin ia meyakini bahwa Tuhanlah satu-satunya kekuatan dalam hidupnya. Dengan demikian, ia tetap tidak sombong. Didik tetap hidup dengan sederhana di rumahnya yang sederhana di Jl. Jatimulyo, Yogyakarta, di pinggir sungai yang ditinggalinya sejak tahun 1980-an.

Kini, setelah semua cita-cita masa kecilnya terwujud, ia hanya ingin bersyukur dan bersyukur. Untuk itu ia berbagi kebahagiaan dengan mendirikan yayasan yang menyantuni biaya pendidikan 60 anak. Dan di usianya yang ke-50, kebahagiaannya semakin lengkap ketika ia boleh mengasuh seorang bayi laki-laki yang ia beri nama Aditya Awaras Hadiprayitno, setelah menantikan selama bertahun-tahun.

Menjadi saksi kebesaran Tuhan atas dirinya, ia hanya bisa berkata, "Saya percaya, kesuksesan dan kebahagiaan saya adalah jawaban Tuhan atas semua doa-doa saya. Bahkan sekarang tidak ada lagi yang bisa menghina saya karena menarikan tarian perempuan. Ya, Tuhan memang selalu menguji saya sampai batas waktu terakhir, sampai-sampai, setiap kali saya berdoa, saya tidak tahu lagi apakah saya harus menangis atau tertawa. Memang, Tuhan itu suka bercanda."


With GOD's Love
Martinez Meinardi

Read More......

Apakah Engkau Mengasihi Aku?

Monday, June 15, 2009

Pada suatu hari aku bangun pagi-pagi untuk melihat matahari terbit. Ah, begitu indahnya ciptaan Tuhan sulit dilukiskan dengan kata-kata. Sambil melihat semua itu, aku memuji Tuhan atas karya-Nya yang indah. Ketika aku sedang berada di situ, tiba-tiba Tuhan menampakkan hadirat-Nya padaku.

Ia bertanya, “Apakah kau mengasihi-Ku?”
Aku menjawab, “Tentu saja Tuhan! Engkau adalah Tuhanku dan Juruselamatku!”

Lalu Ia bertanya, “Seandainya kau menjadi cacat, masihkah kau mengasihiKu ?”
Aku terhenyak. Aku melihat ke bawah, ke arah tangan, kaki dan seluruh anggota tubuhku dan membayangkan betapa banyaknya hal yang tidak dapat kulakukan seandainya itu terjadi. Aku pun menjawab, “Ini akan sulit, Tuhan, tapi aku akan tetap mengasihiMu.”

Lalu Tuhan berkata, “Jika kau menjadi buta, masihkah kau mengagumi ciptaanKu?”
Bagaimana aku bisa mengagumi sesuatu tanpa bisa melihatnya? Lalu aku pun berpikir mengenai orang-orang buta di dunia ini dan banyak di antara mereka yang masih mengasihi Tuhan dan ciptaanNya. Jadi aku pun menjawab, “Sulit membayangkannya, tapi aku tetap akan mengasihiMu.”

Lalu Tuhan bertanya lagi, “Jika kau menjadi tuli, masihkah kau akan mendengarkan perkataanKu?”
Bagaimana aku bisa mendengarkan segalanya jika aku menjadi tuli? Oh, aku mengerti. Mendengarkan suara Tuhan tidak selalu harus menggunakan telinga kita, tapi juga hati kita. Aku pun menjawab, “Ini berat, tapi aku akan tetap mendengarkan perkataanMu Tuhan.”

Tuhan lalu bertanya, “Jika kau menjadi bisu, masihkah kau akan memuji NamaKu?”
Bagaimana aku bisa memuji tanpa bisa bersuara? Ah, sekali lagi aku mengerti. Tuhan menginginkan kita untuk memuji dari dasar hati kita. Tak menjadi soal seperti apa suara kita. Lagipula memuji Tuhan tidak selalu dengan lagu. Kita memuji Tuhan dengan rasa syukur dan terima kasih kita.


Jadi aku pun menjawab, “Walaupun secara fisik aku tak dapat menyanyi, aku akan tetap memuji NamaMu Tuhan.”

Lalu Tuhan bertanya, “Apa kau betul-betul mengasihiKu?”
Dengan semangat dan keyakinan yang kuat, aku menjawab dengan mantap, “Ya Tuhan! Aku mengasihiMu karena Kau adalah satu-satunya Allah yang benar!”

Aku pikir aku telah menjawab dengan baik,

tapi Tuhan bertanya, “Lalu mengapa kau berdosa?”

Aku menjawab, “Karena aku hanya manusia, aku tak sempurna.”

“Lalu mengapa pada waktu tak ada masalah kau menghindar dan menjauh?
Mengapa hanya pada saat ada masalah kau berdoa?”

Tak ada jawaban. Air mata mulai mengalir.

Tuhan melanjutkan,
“Mengapa menyanyi hanya pada waktu persekutuan dan retreat?
Mengapa mencari Aku hanya pada saat kebaktian?
Mengapa meminta sesuatu dengan mementingkan diri sendiri saja?
 Air mata terus menetes dari pelupuk mataku.


“Mengapa kau menjadi malu karena Aku?
Mengapa kau tidak memberitakan kabar baik?”

Mengapa kau mengandalkan manusia dan bukannya Aku?
Mengapa menghindar pada waktu ada kesempatan untuk melayani?
Aku mencoba untuk menjawab, tetapi tak ada jawaban yang bisa kuberikan.


“Kau diberkati dengan kehidupan.
Aku menciptakanmu tidak untuk menyia-nyiakan anugerah ini.
Aku memberkatimu dengan talenta untuk melayaniKu, tapi kau tetap berpaling.
Aku telah meneruskan firmanKu padamu, tapi kau tidak memiliki hikmat.
Aku telah berbicara padamu, tapi telingamu tertutup.
Aku telah menunjukkan berkatKu padamu, tapi matamu berpaling.
Aku telah mengirimkanmu pelayan, tapi kau duduk diam seolah mereka tidak ada.
Aku telah mendengar doa-doamu, dan telah menjawabnya.”

“Apakah kau benar mengasihiKu?”

Aku tak dapat menjawab. Bagaimana bisa? Aku merasa malu sekali. Tak ada pembelaan. Apa yang bisa kukatakan?
Pada saat itu, hatiku menangis, dan air mata mengalir, aku berkata, “Ampuni aku Tuhan. Aku tak berharga menjadi anakMu.”


Tuhan berkata, “Itu anugerah, anakKu.”

Aku bertanya, “Lalu mengapa Kau mengampuniku? Mengapa Kau begitu mengasihiku?”

Tuhan menjawab, “Karena kau adalah ciptaanKu. Kau adalah anakKu. Aku tidak akan meninggalkanmu. Ketika kau menangis, Aku ikut menangis bersamamu. Ketika kau bersukacita, Aku ikut tertawa. Ketika kau sedang susah, Aku akan memberimu semangat. Ketika kau jatuh, Aku akan membangunkanmu kembali. Ketika kau letih, Aku akan menggendongmu. Aku besertamu sampai kepada kesudahan zaman, dan mengasihimu selamanya.”


Tak pernah aku menangis seperti ini sebelumnya.
Mengapa aku bisa begitu dingin?
Mengapa aku bisa melukai hati Tuhan seperti yang telah kulakukan?


Aku bertanya lagi, “Berapa besar kasihMU padaku, Tuhan?”

Dan Tuhan pun merentangkan kedua tanganNya, tangan yang telah dipakukan di atas kayu salib.
Aku tersungkur di kaki Kristus, Juruselamatku. Dan untuk pertama kalinya ..aku betul-betul berdoa.


~~ sumber: rumah renungan ~~


With GOD's Love
Martinez Meinardi

Read More......

Resep Kue Cinta

Friday, June 12, 2009

Bahan:
1 pria sehat,
1 wanita sehat,
100% Komitmen,
2 pasang restu orang tua,
1 botol kasih sayang murni.

Bumbu:
1 balok besar humor,
25 gr rekreasi,
1 bungkus doa,
2 sendok teh telpon-telponan,
Semuanya diaduk hingga merata dan mengembang.

Tips:
  1. Pilih pria dan wanita yang benar-benar matang dan seimbang.
  2. Jangan yang satu terlalu tua dan yang lainnya terlalu muda karena dapat mempengaruhi kelezatan (sebaiknya dibeli di toserba bernama Tempat Ibadah, walaupun agak jual mahal tapi mutunya terjamin.)
  3. Jangan beli di pasar yang bernama Diskotik atau Party karena walaupun modelnya bagus dan harum baunya tapi kadang menipu konsumen atau kadang menggunakan zat pewarna yang bisa merusak kesehatan.
  4. Gunakan Kasih sayang cap "Iman, Harap & Kasih" yang telah mendapatkan penghargaan ISO dari Departemen Kesehatan dan Kerohanian.
Cara Memasak:
  1. Pria dan Wanita dicuci bersih, buang semua masa lalunya sehingga tersisa niat yang murni.
  2. Siapkan loyang yang telah diolesi dengan komitmen dan restu orang tua secara merata.
  3. Masukkan niat yang murni ke dalam loyang dan panggang dengan api cinta, merata sekitar 30 menit di depan penghulu atau pendeta
  4. Biarkan di dalam loyang tadi dan sirami dengan semua bumbu di atas.
  5. Kue siap dinikmati.
Catatan: Kue ini dapat dinikmati oleh pembuatnya seumur hidup dan paling enak dinikmati dalam keadaan kasih yang hangat. Tapi kalau sudah agak dingin, tambahkan lagi humor segar secukupnya, rekreasi sesuai selera, serta beberapa potong doa kemudian dihangatkan lagi di oven bermerek "Tempat Ibadah" diatas api cinta. Setelah mulai hangat, jangan lupa telepon-teleponan bila berjauhan. Selamat mencoba, dijamin semuanya halal koq! Selamat menikmati dari 'love' bakery'.



With GOD's Love
Martinez Meinardi

Read More......

Makna Cinta

Suami saya adalah seorang yang sederhana, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan hangat yang muncul di perasaan saya, ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.

Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, saya harus akui, bahwa saya mulai merasa lelah, alasan-alasan saya mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan.

Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan.

Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.

Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya, bahwa saya menginginkan perceraian.

"Mengapa?", tanya suami saya dengan terkejut.

"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan," jawab saya.

Suami saya terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.

Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya?

Dan akhirnya suami saya bertanya, "Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiran kamu?"

Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,"Saya punya pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam perasaan saya, saya akan merubah pikiran saya :
"Seandainya, saya menyukai setangkai bunga indah yg ada di tebing gunung. Kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan memetik bunga itu untuk saya?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok." Perasaan saya langsung gundah mendengar responnya.

Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas dengan oret-oretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan ......

"Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya."

Kalimat pertama ini menghancurkan perasaan saya.
Saya melanjutkan untuk membacanya.

"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baik kamu' datang setiap bulannya,
dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kaki kamu yang pegal."

"Kamu senang diam di rumah, dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi 'aneh'. Saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau meminjamkan lidah saya untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami."

"Kamu selalu terlalu dekat menonton televisi, terlalu dekat membaca buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata kamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu dan mencabuti uban kamu."
"Tangan saya akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajah kamu."

"Tetapi Sayang, saya tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing gunung itu hanya untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air mata kamu mengalir.

"Sayang, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih dari saya mencintai kamu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah diberikan tangan saya, kaki saya, mata saya tidak cukup buat kamu, saya tidak bisa menahan kamu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."

Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.
"Dan sekarang, Sayang, kamu telah selesai membaca jawaban saya.

Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan saya untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri di sana menunggu jawaban kamu."
"Jika kamu tidak puas dengan jawaban saya ini, Sayang, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barang saya, dan saya tidak akan mempersulit hidup kamu. Percayalah, bahagia saya adalah bila kamu bahagia."
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaan saya.

Oh, kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintai saya.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu.

Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".


With GOD's Love
Martinez Meinardi

Read More......

MENGAPA CINCIN PERNIKAHAN HARUS DITARUH DI JARI MANIS ?

Tuesday, June 9, 2009

Ikuti langkah berikut ini, Tuhan benar-benar membuat keajaiban (ini berasal dari kutipan Cina)

1. Pertama, tunjukkan telapak tangan anda, jari tengah ditekuk ke dalam (lihat gambar)



2. Kemudian, 4 jari yang lain pertemukan ujungnya.

3. Permainan dimulai , 5 pasang jari tetapi hanya 1 pasang yang tidak terpisahkan...

4. Cobalah membuka ibu jari anda, ibu jari menwakili orang tua. Ibu jari bisa dibuka karena semua manusia mengalami sakit dan mati. Dengan demikian orang tua kita akan meninggalkan kita suatu hari nanti.

5. Tutup kembali ibu jari anda, kemudian buka jari telunjuk anda, jari telunjuk mewakili kakak dan adik anda. Mereka memiliki keluarga sendiri, sehingga mereka juga akan meninggalkan kita.

6. Sekarang tutup kembali jari telunjuk anda, buka jari kelingking, yang mewakili anak-anak. Cepat atau lambat anak-anak juga akan meninggalkan kita karena harus berkeluarga sendiri.

7. Selanjutnya, tutup jari kelingking anda, bukalah jari manis anda tempat dimana kita menaruh cincin perkawinan anda. Anda akan heran karena jari tersebut tidak akan bisa dibuka. Karena jari manis mewakili suami dan istri, selama hidup anda dan pasangan anda akan terus melekat satu sama lain. 


With GOD's Love
Martinez Meinardi

Read More......

DISELAMATKAN LEWAT SAKSI YEHOVA

Friday, May 15, 2009

Mencari makna dan tujuan hidup

Setelah lulus SMA, saya ikut saudara ke Jakarta. Saat itu saya tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Tamat SD - SMP - SMA berlalu begitu saja. Suatu kali saya mengunjungi monas, naik ke atas menara dan memperhatikan mobil-mobil dan orang-orang yang berlalu lalang. Saya bertanya pada diri saya sendiri, 'apa sebenarnya yang saya cari dalam hidup ini?' Saya ingin mencari pengalaman dan pengetahuan, dan inilah yang menjadi visi saya waktu itu.

Menjalin hubungan dengan wanita yang tidak seiman

Saya seorang muslim, dan ketika kuliah saya menjalin hubungan dengan seorang wanita beragama kristen. Saya sangat mencintainya dan saya menemukan ada 'kasih' yang lain pada dirinya. Namun saya saat itu tidak mengerti kenapa orang kristen itu bisa menyembah Yesus. Saya ingin tahu lebih banyak dan membaca Alkitabnya.

Pernah pada suatu kesempatan saya bertanya pada dosen agama islam di kampus, 'kalau Yesus itu bukan Tuhan, kenapa orang Kristen menyembahNya?' Ia hanya memberikan buku-buku miliknya untuk saya baca. Saya berusaha untuk mendalami dan mempelajari tentang kehidupan Yesus lewat alkitab pacar saya, alquran saya dan buku-buku yang diberikan oleh dosen saya.

Semakin saya mempelajarinya, semakin kagum saya dengan pribadiNya. Kemana-mana saya selalu membicarakan tentang Yesus, hingga teman-teman saya sempat mengkritik saya, bahkan saudara-saudara saya menuduh saya sudah murtad dan sesat. Saya selalu mengatakan bahwa Yesus adalah orang yang Revolusioner, pejuang HAM, rela mati demi sesama dan tidak munafik seperti ahli-ahli agama pada umumnya.

Saya sempat memimpin ibadah di mesjid kampus dan berbicara tentang Isa Al Masih. Ada salah satu umat yang memprotes saya dan menuduh saya sebagai orang kristen yang menyusup. Ia memaksa saya untuk memperlihatkan KTP saya dan setelah saya menyerahkan kepadanya barulah ia sadar bahwa saya seorang muslim asli. Ia lalu minta maaf dan bahkan berusaha untuk mencium tangan saya.

Keputusan untuk menikah

Semakin hari saya semakin mencintai Yesus. Saya tetap rajin beribadah dam sering menangis saat sujud berdoa. Teman-teman dan saudara-saudara saya semakin bingung dan saya pun ikut bingung. Saya tetap mencintai pacar saya, namun tidak tahu bagaimana jadinya. Haruskah kami berpisah? Saya sangat berputus asa dan patah hati seperti mau mati rasanya. Saya tidak bisa menjadi seorang Kristen seperti dia, dan dia pun tidak mau meninggalkan Yesus, Tuhannya.

Dalam keadaan seperti itu saya mendapat kunjungan dari dua orang yang mengaku sebagai orang Kristen juga. Namun mereka menjelaskan bahwa Yesus bukan Allah seperti yang disembah oleh agama Kristen mayoritas. mereka menerangkan bahwa Yesus hanyalah tuan, bukan Tuhan. Nama Allah sendiri adalah Yehuwa. Saya dapat menerima keyakinan mereka dan mau belajar lebih banyak dari mereka.

Akhirnya saya memutuskan untuk menjadi Kristen aliran mereka dan di baptis, karena Kristen aliran ini tidak mengganggu iman saya, dan saya dapat menikah dengan pacar saya yang sangat saya cintai secara Kristiani. Iman saya saat itu tetaplah islam, namun saya dibabtis secara kristen hanya untuk sebagai syarat supaya saya bisa menikah dengan pacar saya.

Saat perjalanan ke Sulawesi untuk menikah di sana, saya naik kapal dengan segala beban di hati, dengan perasaan galau dan tidak tahu kemana nasib membawa saya dengan seribu macam pertanyaan yang tidak terjawab dalam pikiran saya.

Saya teringat kata-kata bijak dari seorang Norma Edwin, seorang penjelajah, pendaki gunung dan penelusur gua yang mati beku di gunung Everest. Ketika mayatnya ditemukan, ada selembar kertas di tangannya yang bertuliskan, "Hidup ini menuntut keberanian, berani menghadapi tanda tanya tanpa bisa menjawab, berani menghadapi tantangan tanpa bisa melawan, oleh karena itu, hadapilah dengan berani!" Inilah yang saya pegang.

Saya berdoa dalam hati, 'Jika Allah yang saya sembah pagi, siang dan malam dan yang disembah oleh nenek moyang saya tidak mau saya dibabtis dan menikah di sulawesi, biarlah kapal yang saya tumpangi ini tenggelam dan biarlah saya mati kaku di dalam laut!'

Beberapa saat kemudian, di kapal itu saya melihat ada orang asing, saya mengira ia orang amerika. saya sekedar menyapa saja,

"Are you christian?"

"Yes, you?" balasnya.

"I am Jehova Witness" jawab saya.

Dia agak kaget mendengar jawaban saya, namun sesaat kemudian dia menanyakan apakah saya mau diajak berdoa bersama dengannya.

"Ok!" saya setuju. Lalu, sambil berdiri kami menghadap ke laut, dia kemudian merangkul saya dengan satu tangan dan tangan yang lain ia angkat tinggi ke langit. Urapan yang luar biasa saya rasakan, beban berat yang menghimpit saya lenyap begitu saja, dan begitu ringan ketika saya mencoba berjalan. Setelah selesai berdoa, saya berkata kepadanya,

"If Jesus is here now, we can see Him walks on water!"

Dia tertawa, dan entah apa yang dia katakan saat itu, tetapi saya mengetahui dengan pasti bahwa Yesus sedang berjalan dalam lautan hati saya. Saya telah menerimaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat saya.

Saya akhirnya tiba di sulawesi dengan selamat, dibabtis dan menikah di gereja dengan lancar dan saya menemukan suatu bentuk ibadah yang sempurna, yang sungguh bisa merasakan dekatnya hadirat Allah. ada lagu pujian yang selalu terngiang-ngiang di telinga saya:

"Ajaib, ajaib, ajaib, ajaiblah Tuhanku,
Ajaib, ajaib, ajaib, ajaiblah yang sungguh,
Besarlah rahmatNya, heranlah kuasaNya,
Ajaiblah Engkau Tuhan, ajaib, ajaib."

Pada suatu saat saya mengalami sakit, divonis dokter kena TBC dan Tipus. Isteri saya pulang gereja membawa perjamuan kudus dan meminta saya untuk memakan dan meminumnya. Ia mengatakan bahwa ini adalah Tubuh dan Darah Tuhan Yesus, kalau saya memakan dan meminumnya, maka saya menyatu dengan Tuhan dan segala sakit penyakit yang saya alami akan ditanggung olehNya. Saya menyerahkan hidup saya kepada Tuhan dan menerima perjamuan kudus, dan saya sembuh total secara ajaib. Sebab memang Tuhan sudah menanggung sakit penyakit kita di atas kayu salib.

Yesaya 53:5 Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

Inilah kesaksian saya, tentang Yesus yang tadinya asing bagi saya, kemudian menjadi idola saya, lalu barulah saya mengakuinya sebagai Tuhan dan Juruselamat saya, yang mengampuni dosa-dosa saya dan menyembuhkan segala penyakit saya. Sebenarnya masih banyak lagi kesaksian saya, terutama karena saya sekarang telah berjalan bersama Tuhan Yesus, namun rasanya 30 halamanpun masih kurang untuk menuliskan semuanya.

Demikianlah kesaksian saya,
Yeremia Ibrahim Harahap


With GOD's Love
Martinez Meinardi

Read More......