BUS YANG PENUH KASIH

Tuesday, February 17, 2009

Pada pertengahan tahun 1990-an, dengan Shaquille O'Neal sebagai bintangnya, permainan Orlando Magic selalu mengguncang baik di kandang sendiri maupun di daerah lawan. Pada satu malam di tengah musim pertandingan, Orlando Magic bermain dalam kompetisi New Jersey Nets di kota New Jersey sebelum kembali ke kota asal. Orlando Magic menang dengan telak. Setelah pertandingan berakhir, bus team Orlando Magic diparkir langsung di terowongan arena untuk mengamankan para pemain dari para penggemar dan cuaca yang tidak bersahabat.

Saya melongok keluar pintu setelah mendatangi ruang ganti pemain, menyadari kerumunan penggemar yang menanti di luar dua kali lebih besar dari sebelumnya. Tentu saja ini karena Shaq O'Neal memiliki ikatan keluarga besar di daerah New Jersey, yang bisa dijadikan penjelasan mengenai kerumuman penggemar yang luar biasa kali ini.

Hampir semua pemain berhasil masuk ke dalam bus kecuali Shaq. Pengamanan yang ketat menahan perjalananya menuju bus. Setelah bisa melewati kerumunan, saya berdiri di tangga bus dan melihat Shaq dikawal dengan ketat oleh pasukan pengaman.

Ketika saya berjalan menuju bus, saya melihat ada seorang anak kecil yang kedua lengannya disangga oleh kruk dan kedua kakinya ditopang oleh besi penguat. Ibu dan ayahnya berdiri dekat-dekat melindunginya dari dorongan masa penggemar. Anak itu memegang selembar kertas dan sebuah bolpen. Seperti yang lain, matanya terpaku pada pintu ruang ganti pakaian menantikan kemunculan Shaq.

Dalam benak saya, keberadaan anak kecil itu menjadi prioritas utama lebih dari pada semua hal yang lain. Saat Shaq dan para pengawal menembus kerumunan penggemar, terbersit kekuatiran musibah yang bisa terjadi. Gelombang momentum masa yang mendekati Shaq bukan hanya mendorong anak itu bahkan hampir melemparnya jatuh. Anak itu terlalu kecil untuk bisa mendapat perhatian Shaq.

Saya melihat setiap detail peristiwa itu dari tangga bus dan membuat jantung saya hampir berhenti. Saya percaya bahwa kejadian seperti ini biasa terjadi di dalam stadion atau arena pertandingan basket, tapi hati saya berkata, "Tidak untuk hari ini!"

Saya tahu jika Shaq berhasil masuk ke dalam bus, sopir akan segera memacu bus pergi tanpa saya ikut di dalamnya, tapi apa yang akan saya lakukan adalah menuruti perkataan hati. Saya kemudian berlari, menyibak kerumunan penggemar yang mendekat untuk bisa sampai di tempat anak itu berdiri. Saat saya mencapainya, ibu dan ayahnya sedang menangis karena anaknya telah kehilangan kesempatan memperoleh tanda tangan Shaq. Waktunya telah habis. Saya memegang tangan ibu dan ayah anak itu serta berkata, "Dengar! Saya melihat apa yang baru saja terjadi dengan anak anda. Saya adalah pimpinan eksekutif tim Orlando, dan sekarang saya minta anda mempercayai saya dan mengikuti jika bisa." Walaupun pandangan mata mereka terlihat bingung tapi mereka menganggukkan kepala tanda setuju. Kemudian saya meraih kedua lengannya dan dengan hati-hati mengangkat anak kecil yang rapuh itu ke atas serta mulai mengejar bus. Saya mendengar petugas pengaman berteriak, "Semuanya aman; segera meluncur!"

Ketika saya mendengar perkataan itu, saya melompat ke tangga bus dengan anak kecil masih di tangan saya. Saya berjalan di lorong bus dan semua pemain - termasuk Shaq - tahu dengan pasti apa yang sedang saya lakukan. Shaq mengangkat anak itu dan semua pemain membubuhkan tanda tangan di selembar kertas kecil yang digenggam anak itu. Sekarang dia bukan hanya mendapat tanda tangan semua bintang Orlando Magic, tetapi untuk sesaat di dalam bus, dia juga menjadi bagian dari tim kami.

Ketika sudah waktunya berangkat, Shaq memberikan sebuah pelukan hangat dan mengembalikan anak itu ke tangan saya. Saya menuruni tangga bus dengan menggendong anak itu menuju ke tempat kedua orang tuanya yang berdiri yang pipinya basah oleh deraian air mata. Mereka sangat berterima atas apa yang telah saya lakukan, dan saya menjawab dengan mengusap air mata yang juga menggenangi mata saya.

* * * * *

John Gabriel adalah seorang eksekutif di Asosiasi Basket Nasional (Amerika) dan sekarang bekerja sebagai direktur pemandu baru untuk klub New York Knicks. Dia sebelumnya adalah seorang pemandu dan administrator klub Portland Trail Blazers, dan terkenal saat menjadi general manager klub Orlando Magic. Selama bergabung dengan Orlando magic (1999-2003), dia memenangkan penghargaan Executive of the Year dari NBA.

Related Articles



0 comments:

Post a Comment