Kemurahan Hati

Tuesday, February 24, 2009

Waktu sebuah angin topan menimpa sebuah kota kecil dekat tempat tinggal kami, banyak keluarga mengalami musibah kehilangan rumah tinggal. Semua surat kabar lokal banyak memuat berita kemanusiaan yang menarik dengan meliput dan menampilkan keluarga-keluarga yang paling menderita.

Di edisi Minggu, ada sebuah gambar yang spesial bagiku dan sangat menyentuh. Seorang ibu muda berdiri di depan sebuah rumah-mobil yang hancur, raut wajahnya mencerminkan kesedihan yang begitu mendalam. Seorang bocah laki-laki, sekitar 7 atau 8 tahun, berdiri di sampingnya, matanya memandang ke bawah. Seorang gadis kecil sedang memegang erat-erat gaun ibunya, matanya memandang ke lensa kamera, lebar terbelalak penuh kebingungan dan rasa takut. Berita yang menyertai gambar itu memberikan nomor-nomor ukuran pakaian tiap anggota keluarga itu.

Perhatianku semakin bertambah, aku mengamati ukuran-ukuran baju tersebut hampir menyamai punya kami. Ini sebuah kesempatan bagus untuk mendidik anak-anakku untuk membantu mereka-mereka yang kurang beruntung, pikirku. Gambar keluarga muda itu kemudian aku tempelkan pada pintu lemari es, aku menerangkan bencana yang menimpa mereka itu pada putra kembarku, Brad dan Brett, yang berumur 7 th, dan pada putriku Meghan yang baru berumur 3 th.

Aku berkata, "Kita ini punya begini banyak, sedang mereka itu hampir-hampir tak memiliki apapun. Ayo, mari kita membagikan milik kita dengan mereka."

Aku membawa turun 3 kotak besar dari gudang dan kutaruh di ruang keluarga. Meghan mengamati kami diam-diam, kedua kakaknya dan aku yang sedang mengisi salah satu kotak itu dengan makanan kaleng dan lain-lain, juga sabun dan kebutuhan kebersihan lainnya. Waktu aku memilah pakaian-pakaian, aku menyemangati putra-putraku untuk melihat-lihat mainan mereka yang sudah lama dan ikut disumbangkan. Meghan terus memngamati kami dan diam saja. Saat mereka itu mulai menumpuk mainan maupun game yang mau dibuang, aku berkata "Habis ini ibu akan membantu Meghan mencarikan sesuatu untuk di sumbangkan."

Bocah-bocah laki-laki itu mengisikan mainan-mainan yang mereka pilih untuk disumbangkan ke dalam salah satu kotak sedangkan aku mengisi kotak ketiga dengan pakaian-pakaian. Meghan datang mendekat sambil mendekap erat-erat di dadanya. Lucy, boneka kainnya yang selain sudah luntur, lusuh dan kumal namun begitu ia sayangi. Ia berhenti sejenak di depan kotak yang memuat mainan-mainan itu, menempelkan wajahnya yang bulat kecil mungil pada muka Lucy, memberinya sebuah ciuman selamat tinggal, lalu menaruhnya dengan lembut di atas lain-lainnya.

"Sayang," aku berkata, "Lucy tidak perlu kau berikan. Itu kan kesayanganmu?" Meghan mengangguk dengan hikmat, matanya agak berkilau membasah dengan air mata yang tertahan. "Lucy membuatku begitu bahagia, Bu. Mungkin nanti dia juga akan membuat gadis kecil itu bahagia sekali." Aku, yang semula maunya mengajar, malah mendapat pelajaran. Anak-anak laki-lakiku juga terkejut, saat melihat adik perempuannya meletakkan boneka kesayangannya ke dalam kotak.

Tanpa sepatah kata, Brad berdiri dan menghilang ke kamarnya. Ia muncul kembali dan membawa salah satu mainan tokoh aksi-aksian yang paling ia kagumi. Terlihat ia agak ragu-ragu, maju-mundur sambil menggenggam mainan itu, lalu ia melirik Meghan dan kemudian diletakkannya di kotak, di samping Lucy. Sebuah senyum pelan-pelan melebar di muka Brett, lalu ia lompat berdiri, matanya bersinar-sinar saat ia lari pergi mengambil beberapa buah mobil-mobilan dari kumpulan Matchbox yang begitu disayanginya.

Begitu kagum aku menyadari bahwa merekapun bisa menangkap makna sikap dan tindakan Meghan. Dengan menahan air mata, aku merangkul ketiga anak-anakku dalam pelukanku. Dengan rasa menelan yang berat, aku memandangi Meghan agak lama, termenung sebentar memikirkan bagaimana caranya aku bisa mengajar putra-putraku pelajaran yang Meghan baru ajarkan kepadaku, karena tiba-tiba saja aku sadar bahwa setiap orangpun bisa memberi, apa saja yang memang mau dibuang.

Kemurahan hati yang sejati ialah bila memberikan apa yang justru paling kau sayangi dan hargai. Kebajikan murni sejati dan jujur ialah di saat gadis umur tiga tahun mengorbankan boneka tersayangnya, meskipun sudah kumal, kepada seorang gadis kecil lainnya yang tak ia kenal, dengan harapan bahwa itu akan membawa kadar kebahagiaan yang sama seperti yang ia terima. Dengan mengambil contoh dari si kecilku, aku mengambil kembali jaket coklatku berjumbai-jumbai yang lama dari kotak pakaian. Aku ganti itu dengan jaket baru berwarna hijau-pemburu yang baru kutemukan minggu lalu waktu ada obral. Aku harap wanita muda di gambar itu menyukainya, sama seperti aku.

("True Generosity" by Elizabeth Cobb)
But a generous man devises generous things, And by generosity he shall stand.
(Yesaya 32:8)

Related Articles



0 comments:

Post a Comment